Assalaamu'alaikum
Yah, pernah nggak kamu berpikir supaya bisa berprasangka baik? Saat kamu tahu kalau apa yang di pikiranmu itu lebih banyak prasangka buruknya. Ah sorry, kamu gak akan bisa berprasangka baik sebelum mengerti rasanya berprasangka buruk. Kalau gua sendiri, ada di situasi di mana gua emang harus ngerasain berprasangka buruk. Lebih tepatnya, prasangka buruk yang ada dalam pikiran gua adalah hasil dari kemauan positif untuk kebaikan orang lain. Aneh ya.
Tahukah kamu bahwa sebaik-baiknya manusia adalah orang yang mampu memberi manfaat kepada orang lain. Nah, sekarang gua tanya, "Bagaimana caranya supaya gua bisa bermanfaat untuk orang lain?". Selalu membantu banyak orang, selalu ada ketika dibutuhkan? Ya oke. Tapi sekarang mari pikirkan lagi, "Memangnya kamu tahu, mana orang yang perlu dibantu? Memangnya kamu tahu kalau kamu dibutuhkan? Dari mana?". Gua sendiri tidak tahu, kadang ada orang yang terlihat kesulitan tapi sebenarnya dia tidak butuh bantuan. Kadang gua selalu ada padahal sebenarnya tidak melakukan apa-apa. Maka dari itu, gua belajar untuk memahami orang lain, atau kita sering menyebutnya dengan, peka.
Gua pikir, dengan bisa memahami orang lain gua bisa memberikan manfaat untuk banyak orang. Tapi gua salah. Ada tembok besar ketika gua, sedikit banyaknya bisa memahami orang lain,
1. Ingin dipuji orang lain.
2. Orang hanya memanfaatkan kebaikan yang gua beri.
Dan itu gua rasakan berkali-kali. Gua juga berkali-kali coba untuk berprasangka baik, menghapus dua kenyataan pahit di atas dengan keyakinan yang samar? Apa yang gua dapat? Nggak ada! Yang ada kedua hal itu malah terus berkembang dalam pemikiran gua. Tapi untuk nomor 1, gua bisa kesampingkan itu. Gua kesampingkan karena gua bisa abaikan, tapi itu tidak akan menghapus kemungkinan yang akan terjadi ketika seseorang berhasil membantu banyak orang. Tapi untuk nomor 2, hati dan pikiran gua tidak bisa menyangkalnya.
Ingin menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain, belajar peka supaya bisa memahami apa yang mereka butuhkan? dan ternyata tidak segampang itu. Masalah lain datang setelah gua bisa memahami dan bisa membantu orang-orang, masalahnya adalah gua merasa bahwa semakin gua melakukan banyak kebaikan, semakin membuat gua berpikir bahwa, "Ah, orang-orang ini hanya memanfaatkan kebaikan gua." dan berpikir buruk tentang suatu hal yang belum tentu kebenarannya disebut, Berprasangka Buruk (Suudzhan). Tapi, gak usah mau jadi orang yang bermanfaat kalau hatimu merasa tidak mau dimanfaatkan. Dunia ini tidak semanis itu. Yang gua cari di sini cara untuk menghilangkan prasangka itu.
Yare... yare... Masalah lagi. Oh iya, satu hal lagi. Gua bilang kalau gua sudah mencoba berbagai cara untuk tetap berprasangka baik 'kan? Ada kalanya gua memang bisa, tapi... Karena gua sudah terlanjur belajar memahami orang lain, setiap nada ucapan, gerak tubuh, keluh-kesah, entah kenapa gua mengerti hal itu tanpa harus diterangkan orangnya. Dan semakin memahami seseorang, gua semakin berpikir, "Kenapa orang ini, seperti ini?" atau "Ah, dia sedang marah", atau "Sepertinya si A benci si B." Padahal apa yang gua pikirkan itu belum tentu benar, yah meskipun tak sedikit juga yang tepat seperti yang gua pikirkan. Yang menjadi masalahnya adalah, berpikir buruk tentang suatu hal yang belum tentu kebenarannya itu tidak boleh, dilarang dalam islam. Tapi perkembangan pemahaman gua telah menggiring ke area terlarang itu, padahal niat awalnya baik. Jadi
Apa yang harus gua lakukan?
Memaksa diri gua sendiri berhenti berpikir bahwa orang-orang hanya memanfaatkan gua saja? Memaksa diri sendiri untuk berhenti berprasangka buruk? Cih, mudah diucapkan tapi sulit dilakukan.
Ada kesalahan yang gua lakukan sejak awal tapi tidak pernah gua sadari, hal itu adalah niat. Niat gua berbuat baik supaya bisa bermanfaat untuk banyak orang. Itulah kesalahannya.
Gua sarankan, kalau kalian yang baca masih dalam proses ini, ubah niatnya, niatkan kalau kebaikan yang akan dilakukan itu bukan karena ingin membantu orang lain, katakan pada diri sendiri bahwa kebaikan yang akan dilakukan itu karena Aku mencintai Allah, Allah Maha Baik, jadi keburukan apapun yang gua pikirkan dan orang lain pikirkan aku tidak peduli. Yang terpenting adalah aku melakukan kebaikan. Seandainya niat gua di awal seperti ini, tidak akan tersesat ke masalah suudzhan. Tapi itu seandainya, pun kalau seandainya itu terjadi, masalah lain mungkin datang deshou. Jadi, tetep hati-hati aja ya.
Saaa...tte. Gua yang sudah terlanjur berhadapan 1 lawan 1 melawan suudzhan itu rasanya bodoh jika tidak melakukan apa-apa. Setidaknya berusaha lah ya, meskipun nantinya tidak mengubah prasangka gua sendiri, yang penting gua sudah berusaha. hehe
Bertahun-tahun, ...Kelamaan 'kah? Gapapa, apa adanya aja lah. Awalnya gua berpikir, bukan gua yang salah. Tapi menyalahkan orang lain juga merupakan kesalahan, karena mereka tidak tahu apa-apa [kan. Siapa sangka orang yang ternyata gua anggap hanya memanfaatkan kebaikan saja ternyata benar-benar butuh bantuan sehingga mengharuskannya meminta tolong gua terus menerus. Yare... yare... Makanya tidak pantas menyalahkan orang lain. Eh bentar, itu kan gua bisa menutupi prasangka buruknya dengan pernyataan tadi, dia benar-benar membutuhkan bantuan. Oh iya, bener, bisa banget. Tapi... alasan apa yang akan dikatakan ketika badan kelelahan dengan permintaan bantuannya? Silakan jawab sendiri. Kalau gua balik lagi ke awal. Makanya gak bisa. Patah.
Pilihan lain, gua memilih untuk bersikap bodo amat kepada orang lain. Yah, ini pilihan yang gua ambil sampe saat gua menemukan jawaban saat ini. Bersikap bodo amat, padahal gua sendiri tidak tahu caranya. Artinya, gua yang sedang belajar memahami orang lain terus mengatakan kalau gua bodo amat, bukannya itu terdengar aneh. Bagaimana bisa gua bersikap bodo amat padahal gua memahami mereka. Dan, bodo amat yang gua lakukan saat itu mungkin bukan bodo amat yang sebenarnya, gua menyebutnya, "Pura-pura tidak peduli". Itu tidak menyelesaikan masalah yang gua miliki, tapi setidaknya bisa mengurangi beban kali ya. Haha
Gua tetep mencari solusi terbaik, sampai beberapa minggu lalu dare ka san ga (Seseorang) ngasih tau gua satu buku yang buat gua tertarik. Bodo Amat itu ada, gua tahu kalau bodo amat itu ada karena banyak orang saling mengabaikan, itu pun jika bisa disebut bodo amat. Tapi menjadi bodo amat itu bukan dengan cara mengabaikan orang lain, karena gua gak bisa, gua belajar dari buku itu kalau gua ingin jadi orang yang bodo amat tanpa harus mengabaikan orang lain. BUAT POIN PENTING sehingga GUA MAMPU MENGABAIKAN POIN YANG TIDAK PENTING LAINNYA, singkatnya gua harus punya PRIORITAS.
Prioritas untuk Husnudzhan
Katanya sulit, tapi disuruh memaksa diri sendiri berprasangka baik (Husnudzhan). Gua cuman bilang sulit dilakukan bukan bilang "Tidak Mungkin" dilakukan, ngerti kan bedanya.
Dan cara yang gua dapat setelah membaca buku itu adalah,
"Berhentilah memikirkan apa yang orang lain pikirkan"
Maka dari itu gua bilang di atas, tidak usah peduli dengan keburukan apa yang gua dan orang lain pikirkan, yang terpenting gua melakukan kebaikan. Artinya gua bodo amat dengan hal lain selain prioritas gua untuk berbuat baik. Salah 'kah?
Alasan gua berprasangka buruk, karena gua memikirkan kira-kira apa yang orang lain pikirkan tentang kebaikan gua. Alasan gua berprasangka bahwa orang-orang hanya memanfaatkan kebaikan gua, karena gua memikirkannya. Jadi kalau gua berhenti memikirkannya, menganggap bahwa pemikiran itu tidak penting dan memprioritaskan kebaikan yang harus gua lakukan, Suudzhan itu hilang. Ditambah, lagipula gua berbuat kebaikan bukan untuk orang itu, tapi untuk gua sendiri di akhirat. Bukankah pahala kebaikan itu tidak diberikan langsung di dunia?
Oh iya, satu lagi. berhenti memikirkan apa yang orang lain pikirkan juga bisa membuat kita terhindar dari Riya, penyakit hati yang selalu ingin dipuji dan menyusahkan ini. Kalau gua tidak berpikir bahwa orang akan memuji gua saat melakukan ini-itu, gua tidak mengundang riya.
Padahal sebenarnya gua sudah belajar prioritas. coba baca lagi, "Untuk yang nomor 1 gua bisa abaikan itu" tuh kan padahal gua sudah bisa mengabaikannya, tapi sadarnya telat, baka mitai ne. (Seperti orang bodoh ya.)
Dan lagi, Gua yang sudah so-so.an nulis panjang ini itu, tolong kritik dan sarannya. Sepedas-pedasnya pun tidak apa. Malahan, kalau gua bisa maksa, gua ingin siapa pun yang baca ini, nulis komentar pahitnya, sepahit lebih pahit dari kopi hitam atau lebih pedas dari mi samyang juga gapapa. Hahahaha
Berprasangka Baik? Emang Bisa? Bisa kok
Semoga Bermanfaat, Cerita Gua. Dian Erdiana
Wassalaamu'alaikum Wa Rahmatullaahi Wa Barakaatuh.
0 komentar:
Posting Komentar